Radiologi telah mengalami transformasi besar berkat kecerdasan buatan (AI) dalam diagnosis medis.
Dalam beberapa tahun terakhir, AI telah membawa perubahan revolusioner, termasuk dalam bidang radiologi.
Melalui penggunaan teknik AI seperti machine learning untuk mengenali pola gambar medis, deep learning untuk menganalisis gambar medis dengan akurasi tinggi, dan computer vision untuk memeriksa gambar visual, radiologi telah mengalami perubahan fundamental dalam cara menginterpretasi gambar medis dan mendiagnosis penyakit.
Radiologi adalah disiplin ilmu kedokteran yang menggunakan gambar medis untuk mendiagnosis penyakit dan mengobatinya. Teknologi radiologi menghasilkan gambar medis melalui gelombang suara (ultrasonografi/USG), sinar-X (foto rontgen, CT scan), dan medan magnet (MRI) untuk mendeteksi, memvisualisasikan, dan mendiagnosis berbagai kondisi medis.
Be the first to receive weekly highlights on Indonesia and the region
Subscribe now
Namun, radiologi konvensional masih menghadapi tantangan dalam menginterpretasi gambar medis dengan efisiensi dan akurasi yang tinggi. Proses ini membutuhkan waktu lama dan keahlian yang tinggi dari ahli radiologi. Kesalahan interpretasi dapat berdampak negatif pada perawatan pasien.
Dalam konteks ini, AI muncul sebagai solusi yang menjanjikan karena kecepatan dan akurasinya yang tinggi. Dalam diagnosis radiologi untuk kasus patah tulang pinggul, misalnya, sebuah riset di Inggris menunjukkan bahwa radiolog hanya mendiagnosis 77,5% gambar secara akurat, sedangkan sistem pembelajaran mesin AI mampu mencapai akurasi 92%.
Dari laporan riset ini, ada kemungkinan 14,5% pasien yang tidak terdiagnosis oleh radiolog akan mendapat terapi dan perawatan yang kurang atau tidak tepat karena tidak terdiagnosis dengan tepat.
Meski demikian, sejumlah riset menunjukkan kurangnya pengetahuan terkait AI di departemen radiologi di rumah sakit.
Manfaat diagnosis radiologi
Diagnosis medis radiologi yang akurat dan cepat sangat penting dalam pengelolaan penyakit dan perawatan pasien. Ada banyak penyakit yang membutuhkan diagnosis radiologi baik penyakit tidak menular maupun menular.
Misalnya, mendeteksi kanker atau tumor. Semua lokasi organ tubuh (seperti paru-paru, payudara, usus besar) yang dicurigai ada sel kanker atau tumor dapat didiagnosis dengan menggunakan teknik pencitraan radiologi seperti CT scan, MRI, dan positron emission tomography (PET) scan.
Diagnosis radiologi juga digunakan untuk menentukan lokasi dan tipe patah tulang. Ini akan menentukan jenis tindakan dan terapi selanjutnya. CT scan dapat menilai cedera kepala, seperti pendarahan otak atau patah tengkorak. CT scan jantung dan angiografi koroner untuk mendeteksi dan mengevaluasi kondisi jantung seperti penyempitan arteri koroner.
Mendeteksi masalah di sekitar perut, seperti batu empedu, batu ginjal, usus buntu terinfeksi, hernia, juga membutuhkan CT scan. Radang pada sendi, seperti lutut atau pinggul, juga membutuhkan diagnosis radiologi untuk menilai tingkat kerusakan sendi.
Dalam konteks penyakit menular, diagnosis radiologi dilakukan untuk keluhan batuk yang dicurigai terkait penyakit paru-paru seperti infeksi (pneumonia, TBC).
Dalam kasus-kasus di atas, deteksi dini radiologi sangat penting untuk mendeteksi adanya perubahan atau kelainan pada organ atau jaringan tubuh lebih awal.
Penanganan dan pengobatan yang tepat dapat segera dilakukan sehingga pasien dapat meningkatkan peluang kesembuhan atau mengurangi (mencegah) risiko komplikasi yang lebih serius. Diagnosis yang tepat juga membantu tim medis dalam merencanakan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Informasi dari diagnosis radiologi juga berperan penting dalam pengambilan keputusan klinis, seperti pilihan terapi, keputusan bedah, atau tindakan lanjutan.
Kerja sama interdisipliner didukung oleh diagnosis radiologi yang akurat, dapat memfasilitasi komunikasi antara spesialis medis dan memungkinkan perawatan pasien secara holistik. Kerja sama interdisipliner itu seperti radiologi, patologi (ahli sel dan jaringan), lab klinis, kardiologi (ahli jantung), nefrologi (ahli ginjal), gastroenterologi (ahli pencernaan), onkologi (ahli tumor), psikiatri, dan imunologi (ahli kekebalan tubuh).
Selain disiplin ilmu di atas, ada banyak spesialis klinis lain seperti ahli paru-paru (pulmonologi), ahli alergi, ahli reumatologi, ahli bedah, yang terlibat dalam kerja sama interdisipliner untuk diagnosis medis yang komprehensif dan terpadu.
AI cukup menjanjikan tapi banyak tantangan
AI dapat mengenali pola-pola yang mungkin sulit terdeteksi oleh manusia, memungkinkan identifikasi dini penyakit, dan memberikan rekomendasi perawatan yang lebih tepat.
Sebuah riset literatur menunjukkan pemanfaatan AI menghasilkan akurasi rata-rata di atas 80% untuk menganalisis dan mendeteksi hasil CT Scan paru-paru orang terjangkit COVID-19 secara cepat.
Meski cukup menjanjikan, sampai saat ini belum ada data terbuka yang menunjukkan penerapan AI dalam radiologi di rumah sakit dan laboratorium medis di Indonesia. Penggunaan AI untuk non-radiologi, seperti untuk aplikasi telemedicine telah dimulai di Rumah Sakit Universitas Indonesia di Depok.
Negara-negara lain juga aktif dalam mengadopsi teknologi AI dalam radiologi. Beberapa negara telah memperkuat penggunaan AI dalam radiologi melalui kebijakan dan regulasi khusus yang mendukung pengembangan dan penerapan teknologi ini.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Singapura telah memiliki pedoman dan standar untuk validasi dan penggunaan AI dalam radiologi guna memastikan keamanan dan akurasi dalam penerapannya.
Walau Indonesia belum punya regulasi terkait AI, penting dicatat bahwa regulasi dan pedoman terus diperbarui dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi AI dan medis secara keseluruhan.
Dalam proses transformasi radiologi dengan AI, radiologi konvensional menghadapi beberapa tantangan. Beberapa tantangan yang umum dihadapi termasuk kekurangan data berkualitas, integrasi dengan sistem radiologi yang ada, interpretasi yang bermakna, privasi dan keamanan data, integrasi dalam alur kerja radiologi, serta kepercayaan dan adopsi sistem teknologi dan kerja.
Meskipun transformasi radiologi dengan AI menawarkan banyak manfaat, penting untuk memahami bahwa AI bukan pengganti, tapi alat bantu bagi radiolog.
Radiolog tetap memiliki peran penting dalam interpretasi dan manajemen pasien. Dengan keahlian klinis mendalam dan kemampuan untuk mengintegrasikan informasi klinis, radiolog adalah aktor utama dalam pengambilan keputusan.
AI dapat membantu dalam beberapa tugas radiologi, tapi keunggulan manusia dalam evaluasi komprehensif dan pemahaman konteks pasien tetap tidak tergantikan.
sumber: https://theconversation.com/manfaat-ai-untuk-diagnosis-radiologi-medis-berapa-akurasi-dan-apa-masalah-di-baliknya-208679